Senja berlari begitu cepat mengejar petang, angin ini
memang bukan sembarang angin, hari ini angin sangat bersahabat . sejuknya
sangat terasa di tengah panasnya ruang tanpa AC yang berkotak kotak ini. Kotak?
Ya ruangan ini memang banyak biliknya,aku yakin kalian juga tahu ini bilik apa.
Aku didalam bilik menghadapi computer yang menyilaukan mata,duduk dikursi
lumayan empuk dan tanganku memegang mouse yang halus sambil jariku menggelitik
kursor. Klik,,, klik,,, klik,,, itulah bunyi yang kudengar yang memecah
keheningan warnet diantara puluhan warnet ditlogosari.
Masih kuamati keadaan ngeri disekelilingku.Mirip
kuburan yang sangat sunyi , kalau biasanya suara jangkrik, tapi disini suara
mesin dan suara ketikan keyboard beradu. Dalam imajinasiku masih saja
berputar-putar dalam buaianya. Gambar-gambar silih berganti, BIDAM
menghujaniku. Hm,, “Bidam” adalah salah satu tokoh dari drama korea “The Great
Queen Seondeok” yang sekarang sedang digandrungi
para remaj bahkan ibu-ibu dan bapak-bapak. Dan Bidam adalah pemain yang
sekarang jadi incaran para remaja putrid, termasuk aku ( heheu ^^). Tanganku
masih saja mengklik gambar-gambar nya yang memenuhi monitor. Mbak penjaga
warnet nan gemuk, berambut keriting yang seram namun ternyata baik hati itu,
masih saja duduk mengamati dan menghitung laba di meja operator .
Setan apa yang membuatku tak berhenti download semua
picture Bidam. Sampai penuh sesak wajahnya menbuat sempit pikiranku namun masih
saja dalam lamunan suatu saat aku akan bertemu denganya di korea. Senja telah
ditelan petang, suasana makin mencekam saja, tiba-tiba,,, terhempas dari
lamunanku. Wajah seram , berkumis brewokan, rambut kriting kepalanya hampir botak sempat terlintas dalam pikiranku
paras bapak-bapak ini mirip penjaga perpusatakaan wilayah jawa tengah yang
killer dan menyebalkan itu. Bapak brewokan tadi datang menghampiriku sambil
tergopoh-gopoh membawa anaknya mengantarkan suasana makin mencekam, tampang actor
antagonis itu memandangku dan mengagetkanku dari mulutnya yang juga seram itu
mulai terbuka.
“ mbak , tolong mbak, tolong carikan kisah para nabi”
Aku yang saat itu masih memegang mouse dan mendadak
berdiri karena canggung dan melongo. Siapa yang tidak heran kalau skenarionya
jadi seperti ini. Bukankah tadi suasananya sangat menegangkan. Aku masih
berpikir-pikir bertanya-tanya memandang bapak brewokan itu. Belum sempat aku
menjawab , bapak itu berujar kembali “ biar nanti saya yang bayar”. Oh Tuhan,
aku sangat terpana ketika bapak brewokan nan seram itu mau membayar ongkos
browsingku. Aku langsung duduk kembali dengan menenangkan diri, sambil
menyingkam rokku dan membenarkan posisi duduk, aku mempersilakan bapak beserta
anak tersebut duduk disampingku. Suasana diwarnet berubah seketika, wow aku
jadi pusat perhatian, Mbak penjaga warnet menatapku lembut dan tersenyum,
sedang orang-orang dibalik bilik lain sama menonton adegan aneh ini. Mulailah
aku menggerakkan lagi mouse mungil ini, sambil menutup semua gambar “Bidam”
karena aku merasa malu. Aku menanyakan pertanyaan singkat
“ Cerita Nabi? Maksud bapak kisah para nabi? Cerita
Nabi siapa Pak?”
Beliau memandangku dengan sejuk, dengan cepat menoleh
memandang wajah anaknya yang tampan tapi malu-malu itu. Sorotan mata bapa itu
penuh kasih sayang, sesayang beliau terhadap anaknya , dengan masih meragu dan
bimbang bapak itu menjawab,
kisah nabi Nuh dan Nabi Ibrahim yang dicari.
Kalian tahu apa yang sedang aku pikirkan wkatu itu? Aku hanya termangu
merenung sejenak dan sedikit menyindir diri sendiri. Apa yang sulit dari
browsing mencari cerita kisah para nabi, apalagi nabi Nuh dan NAbi Ibrahim,
tinggal pandang monitor mainkan mouse sedikit geser kekanan
kiri. Dan klick “ search” pastilah muncul banyak informasi tentang Nabi Nuh dan Nabi Ibrahim dengan
berbagai format dan berbagai macam versi. Aku hanya menduga-duga apakah bapak
ini tidak bisa menggunakan internet?. Agh lamunanku makin ngawur dan
berprasangka buruk saja. Sejurus kemudian aku menampilkan monitor yang sudah
penuh dengan huruf yang merangkai kata hingga menjadi kalimat dan terbentuklah
cerita nabi Nuh . Kalimat panjang berurutan dalam format PDF, ternyata mencapai
7 halaman. Aku ambil mouse kembali, sekarang beralih mencari cerita nabi
Ibrahim. Cerita nabi Ibrahim lebih kompleks dan mencapai hampir 15 halaman. Mataku melotot tak habis pikir, bapak itu memandangku
seperti penuh harap dan belas kasihan.
“ mbak tolong ini nanti diprintkan ya?” nanti saya
bayar koQ”
Aku yang waktu itu masih terheran- heran dan
kebingungan karena moment langka ini, seketika menghampiri mbak gemuk sang
operator, melapor seperti menyelesaikan tugas dan menlanjutkan tugas berikutnya
untuk mencetak file cerita nabi Nuh dan nabi Ibrahim itu. Dalam hati aku masih
berkalkulasi, berhitung rugi laba seperti bakul dan bergumam,yang benar saja
warnet yang aku kunjungi ini jika akan ngeprint mahal harganya. Bagaimana tidak
mahal, perlembarnya Rp.800,00 , sedangkan diwarnet lain Rp.500.00. selisih
Rp.300.00 itu selisih yang tidak sedikit bukan, dan aku mulai pelit membandingkan harga dengan rental
yang tak jauh dari warnet ini. Di rental yang aku maksud itu perlembarnya hanya
Rp. 200.00 oh My God,,, ayo kita mulai berhitung:
7+15= 22
22 x 800 = 17600
22 x 500 = 11000
22 x 200 = 4400
Bayangpun,, eh maksudku bayangkan,, murah yang di
tempat rental bukan. Aku mengerutkan dahi karena capek menghitung akibat
kepelitanku. Bapak itu merasa tidak berkeberatan untuk membayar uang sejumlah
Rp.17.600.00 hanya untuk biaya print, aku rasa bapak itu orang yang mampu dan
tidak perhitungan seperti aku. Sambil menunggu mesin cetak itu selesai
ngeprint, bapak itu duduk di bilik seberang bersama anaknya. Bapak itu
mondar-mondir gelisah, namun aku tidak tahu pasti apa yang menjadi
kegelisahanya.
Aku kembali berimajinasi dalam lamunan Bidam. Terus
download gambarnya,ketika
aku mendongakkan kepala untuk mengecek keadaan bapak tadi, aku terkaget ( lagi
) melihat bapak itu membawa teh botol dihadapanku sambil mempersilakan aku
untuk meminumnya. Entah kenapa sepertinya ku terlalu girang, aku berdiri seraya
mengucap terimakasih menunduk seperti orang Jepang yang berkata “ haik” sambil
membungkukan tubuhnya. Bapak itupun tersenyum dan kembali bersama anaknya duduk diseberang
sambil meminum teh botol yang sama. Alhamdulillah
minuman gratis datang
dari langit, tahu saja bapak ini kalau aku haus.
Detik berganti menit berganti jam, akhirnya proses
print tuntas selesai. Bapak itu membayar ongkos print dan teh botol, kemudian
mendatangiku kembali sambil menggandeng anaknya dan menyungging senyum sangat
ramah.
“ mari mbak, terimakasih banyak”. Oh tidak lagi-lagi
reflex itu datang, aku berdiri dan membungkukkan badan lagi . dengan penuh
girang dan seperti punya beban hutang kepada bapak itu, aku berucap “ terima
kasih kembali Pak”
***********
Burung berkicau merdu membanggunkan ibuku yang tertidur
lelap, dan akhirnya ibuku yang sangat cantik berganti membangunkan aku. Burung,
aku rasa kalian bangun kepagian, sehingga ibuku buru-buru membangunkan aku.
Atau mungkin aku yang merasa malas untuk bangun tidur. Setelah kurapikan
diriku, hari ini aku telah berjanji pada adikku untuk mengantarkannya mengikuti
pentas tahunan disekolahnya. Maklum, ayah dan ibuku tidak bisa mengantar karena
sibuk bekerja, jadi aku dengan sukarela dan senang hati untuk menjadi pendamping adikku. Adikku
masih kelas 4 SD,namanya Bintang. bakatnya
dalam hal baca puisi telah membuat
gururunya terkesima . sehingga terpilihlah dia untuk menjadi pembaca puisi di
pentas seni itu.
Aku duduk dibangku dua deret dari depan, suatu
kebanggan tersendiri aku bisa duduk bersama wali murid dari siswa –siswa yang
berprestasi. Aku lihat keadaan sekelilingku, seperti biasa mata yang menjadi
anugrah teridah dari Tuhan ini, harus aku manfaatkan semaksimal mungkin. Ku
kitari pandangan setengah melingkar, mengobservasi dekorasi panggung.
Panggungnya tak begitu besar, mungkin hanya seukuran satu kelas yang dihuni
40siswa. Namun dekorasinya sangat luar biasa. Ada pot bunga berjajar indah
mengitari panggung. Karpet merah adalah
karpet yang dipilih sebagai landasan panggung, backgroundnya didominasi warna
hijau, dan kuning, warna huruf yang terpampang juga berwarna merah agar match
dengan karpetnya. Disitu tertulis “ Karya Anak Bangsa, Pentas Seni Tahunan SD
Tlogosari Kulon 05”. Aku palingkan wajahku kekiri, sebagian ibu-ibu sedang
mendandani anak-anaknya yang akan tampil untuk menarikan tarian kuda lumping , kemudian
aku alihkan wajahku kekanan ada wali murid yang sedang menenangkan anaknya
karena demam panggung. Aku berdiri,naluri fotografiku kambuh. Aku mulai
berjalan-jalan sendirian, ya sendirian tidak bersama adikku, karena Bintang
sedang diceramahi oleh gurunya, maksudku semacam breafing sebelum manggung.
Sambil menenteng kamera , aku pasang aksi memotret dekorasi panggung, anak-anak
yang sedang berlari, anak-anak yang sedang gemetar demam panggung, dan,,,, anak
yang dibonceng bapaknya menuju gerbang SD Tlogosari Kulon 05 ini. Tunggu,,,
sepertinya aku mengenal siapa bapak itu, semangat mengayuh sepedanya luar
biasa, anak kecil seumuran Bintang yang dibawa bapak itu juga sangat ceria , terus
tersenyum kepada
sang bapak. Semakin mendekat semakin jelas,
bapak itu brewokan, seram namun pandanganya lembut. Tak salah lagi bapak itu
adalah bapak yang aku temui di warnet tadi malam.
Aku masih ternganga melihat bapak itu, sepeda kebo yang
dikayuhnya terlihat tua, bapak itu beralaskan sandal jepit, anaknya pun
terlihat sederhana sama seperti tadi malam. Bapak itu memarkirkan sepedanya didekat tiang tempat parkir
sepeda. Mulai mendekat berjalan pelan
menuju tempatku berdiri. Bapak itu tak sengaja memandangku dan,, akupun
tersenyum pada bapak itu. Bapak itu mendekat dan mengucap salam.
“assalamualaikum, mbak,, mbak yang tadi malam kan? Senang bisa bertenu kembali.
Tidak menyangka bisa bertemu di tempat ini.”
Aku menjawab salamnya dan menanyakan kabar bapak
beserta anak itu. Oh iya, akhirnya aku ingat dan untungnya aku ingat untuk
menanyakan siapa nama bapak itu beerta pula anaknya. Nama bapak itu sangat
singkat , Sunaryo . anak laki-lakinya bernama Bima, Bima Adityatama lengkapnya.
Umurnya sama dengan Bintang,
bahkan satu kelas dengan adikku.
******************
Aku sangat beruntung bisa mengenal bapak Sunaryo,
beliau sosok ayah yang tegar dan kuat mempertahankan nasib pendidikan anak
semata wayangnya. Mereka hanya hidup berdua, karena istrinya sudah meninggal
sejak melahirkan Bima. Kami duduk berdampingan, karena Bima juga siswa
berprestasi, dia anak yang dibanggakan wali kelasnya karena kemahiranya dalam
menceritakan sebuah cerita. Ternyata kejadian tadi malam adalah proses dari
Bima yang berusaha untuk menampilkan cerita Nabi yang terbaik. Bima memilih
cerita nabi Ibrahim.
“kenapa Bima memilih cerita nabi Ibrahim?” tanyaku
kepada Bima dengan ramah.
“Oh, aku sangat suka Kak dengan Nabi Ibrahim. Nabi
Ibrahim itu kekasihnya Allah, Nabi Ibrahim mau mengorbankan apapun untuk Allah,
termasuk anaknya , Nabi Ismail.” Jawabnya lugu
Sunggguh lucu sekali anak ini, cerdas dalam mengambil
kesimpulan crita, aku jadi semakin tak sabar mendengar Bima “bertelling story”.
Aku malah hampir lupa dengan adikku sendiri, Bintang sebentar lagi akan tampil.
Semua wali beserta para murid telah bersiap, mereka
duduk dengan hening, menantikan MC acara naik panggung. Begitu MC naik panggung
semua bertepuk tangan. Sambutan dari kepala sekolah, kemudian wali kelas setelah itu
silih berganti pertunjukan tarian tradisional . tari kuda lumping oleh anak
kelas tiga, mereka menampilkanya dengan sangat apik. Paduan suara dari kelas
dua , menyanyikan lagu “ Hymne Guru”. Dilanjutkan dengan tarian kijang oleh
anak-anak kelas satu. Dan inilah saat yang ditunggu-tunggu. Puisi yang akan
dibacakan oleh Bintang. Bintang perlahan naik panggung , berjalan perlahan tapi
tetap berwibawa, tangannya menggenggam
secarik kertas, dan mulailah di berpuisi.
Untuk Guru
Karya : Bintang Abror
Guru
Kau adalah pembimbing
kami
Ketika orang tua
kami tak disekolah
Guru
Kau memilih
mengabdikan diri
Untuk kami
Agar kami menjadi
pintar dan tangguh
Guru
Kau mengajarkan
kami
Arti orang tua
Arti sekolah
Arti pendidikan
Arti persahabatan
Dan arti kasih
sayang seorang guru
Guru
Maafkan kami jika
kami nakal
Maafkan kami jika
tak menurut
Maafkan kami jika
nanti kami lupa
Namun Guru
Kami tak akan
lupakan dirimu
Karena engkau
Pahlawan tanpa
tanda jasa kami
Suara tepuk tangan memecah
kesenyapan sesaat ketika mereka mendengarkan puisi Bintang. Akupun tak
menyangka, Bintang bisa membuat puisi sendiri. Ya puisi yang sangat mudah
dipahami untuk ukuran anak SD, sangat sederhana namun yang membuat mereka
terpukau adalah cara penyampaian puisi itu, dari ekspresinya yang membara
semangat, tiba-tiba jadi sendu dan bersemangat lagi pada baris yang terakhir.
Ya dan tiba saatnya Bima
bercerita. Dari belakang ayahnya tersenyum, berdiri dan mengepalkan tanganya,,
dengan tak bersuara tapi berartikulasi , Bapak itu mengatakan “ Semangat Nak”.
Bima mengangguk, dia menghela napas, dan mulai bercerita. Semua mimik wajahnya
sangat bercerita, terus dia berulang-ulang mengayunkan tanganya, hingga sampai
pada cerita,,
“kalau sampai malaikat terlambat sedikit saja, mungkin
kita sebagai anak-anak akan dipenggal tiap tahunya, alhamdulillah, leherku
masih disayang oleh ayahku” kalimat terakhir ini dia ceritakan sangat lugu,
semua tertawa dan bertepuk tangan. Ayahnya menangis karena haru. Aku tersadar
sekarang,aku malu dengan kebakhilanku, uang Rp.17.600 tadi malam tidak sebanding
dengan anak kebanggaanya yang sekarang berdiri dan mendapat sambutan dari
banyak orang .
Allah Bless you
Read More..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar