Nisa Abroro
komunikasi 08
Faktor psikologis ( kepribadian ) telah mendorong koruptor menghabiskan uang rakyatnya dengan menggunakan berbagai cara. Hal ini akan dijelaskan dengan beberapa hal, mulai dari definisi korupsi, koruptor beserta hukum yang bersangkutan, beberapa alasan umum yang mendorong koruptor melakukan korupsi, mencari akar permasalahan korupsi melalui psikoanalisis dan disertakan pula bagaimana seharusnya kasus korupsi di atasi.
Suatu perbuatan masuk dalam kategori kriminalitas ada yang melatarbelakanginya,terutama dalam bidang ekonomi. Faktor ekonomi menjadi masalah utama dalam kriminalitas, namun di artikel tersebut juga menjelaskan bahwa tidak semua kriminalitas di tinjau atau didekati dengan rasionalitas. Seperti korupsi misalnya, keadaan ekonomi yang baik , pendidikan yang tinggi dan ada jaminan kesejahteraan hidup tetapi para koruptor masih saja dengan sangat beringas membabat habis uang rakyat. Ada faktor yang lain yang membuat para koruptor melakukan perbuatan jahatnya, yaitu apabila kita melihatnya dari sisi psikologis para pelaku korupsi dengan pendekatan psikoanalisis
Untuk mengetahui perbuatan yang sangat tidak terpuji ini , penulis akan menjelaskan definisi dari korupsi terlebih dahulu. Korupsi adalah suatu penyimpangan kekuasaan. 1” Korupsi adalah penggunaan secara diam-diam kekuasaan yang dialihkan berdasarkan wewenang yang melekat pada kekuasaan itu dengan merugikan tujuan-tujuan kekuasaan asli dengan menguntungkan orang luar” . Jadi pada dasarnya para pelaku korupsi bermain-main dengan kekuasaan yang dia miliki. Berkuasa dengan tanpa mematuhi aturan hukum yang ada. Sedangkan pelaku korupsi dinamakan koruptor. Ada beberapa alasan umum yang melatarbelakangi korupsi, diantaranya adalah
1. Koruptor sebelumnya adalah orang yang punya kekuasaan
1 Bunga Rampai Korupsi hal 4
Karena definisi dari korupsi adalah penyimpangan kekuasaan maka yang bisa melakukan korupsi hanyalah orang-orang yang punya kekuasaan. Mereka akan sewenag-wenang menggunakan kekuasaanya. Merasa kalau mereka adalah pemilik segalanya dan bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan dengan power mereka.
2. Korupsi secara berjamaah tidak jadi masalah
Ada suatu perasaan yang timbul secara tiba-tiba yaitu mendapat suatu rasa aman apabila kejahatan itu dilakukan secara bersama-sama. Misal kasus perampokan , merampok dengan sepuluh kawan dibandingkan dengan sendirian maka mereka akan merasa aman bila pekerjaan tersebut dikerjakan secara bersama. Sama halnya dengan korupsi. Indonesia yang menjadi Negara berbudaya korupsi, maka para pelakupun merasa tidak enggan, karena mereka merasa ada orang lain yang memiliki kebiasaan yang sama.
3. Adanya pihak-pihak yang menuntun atau memberikan contoh
Yang lebih membahayakan adalah jika korupsi itu adalah warisan leluhur, maksudnya ada sesepuh , ada yang memberikan contoh perbuatan korupsi adalah sebuah perbuatan yang diperbolehkan. Sehingga budaya korupsi jadi ilmu yang turun menurun
4. Dilemma , bagai makan buah simalakama ( terdesak )
Dan ini adalah kondisi yang sangat memprihatinkan. Bagai buah simalakama. Dimakan mati, tidak dimakan juga mati. Pada saat terdesak mau tidak mau bagi mereka yang mengalami kegelisahan memilih jujur tapi dikeluarkan atau korupsi untuk tetap bertahan
Adanya tahapan perkembangan kepribadian yang terhambat semasa kecil
Hal hal tersebut adalah beberapa alasan umum yang menjadi faktor pendorong tindak kriminal korupsi, kemudian penulis akan menjelaskan pada sisi yang berbeda melalui pendekatan psikoanalisis. Psikoanalisis adalah salah satu dari empat metode pendekatan psikologi. Psikoanalisis merupakan konsepsi perilaku komunikan yang dicetuskan oleh Sigmund Freud.Dalam bidang penelitian Freud itulah dia menemukan bahwa perilaku manusia ternyata didasarkan pada ketidak sadaran manusia. Psikoanalisis menjelaskan pada kita bahwa kehidupan yang kita jalani tergantung pada masa kanak-kanak terutama bisa dilihat dari bagaimana orang tua mendidik pada anak tersebut.
Kemungkinan yang terjadi pada diri koruptor adalah , pada masa kanak-kanak mereka merasa kesenangannya belum terpuaskan, sehingga begitu ada kesempatan untuk melakukanya di usia dewasa , dia merasa itu adalah kewajaran untuk membayar masa lalu.
Ada lima tahapan perkembangan kepribadian yaitu oral, anal, phallis, latency, dan genital ( Sigmund Freud ). Yang perlu dijelaskan disini adalah pada masa tahap anal ( anal stage ) yaitu terjadi pada umur 2 tahun pada saat itu si bayi memiliki perasaan senang , lega setelah mengeluarkan sesuatu dari lubang kotoranya ( anus ). Pada tahap ini juga si bayi merasa senang memainkan kotoranya, sehingga ada anak yang senang berlama-lama di toilet.
Pada masa inilah permasalahan muncul. Apabila kesenangan dari si anak ini tidak terpenuhi dengan baik. Misalnya dikekang oleh orang tuanya, dimarahi habis-habisan karena orang tua merasa jijik dan sebagainya. Ini bisa menjadikan tekanan mental pada si anak dan mengakibatkan munculnya sifat kekanak-kanakan itu kembali pada masa dewasa. Yang bisa dikaitkan adalah , para koruptor yang dulu merasa tertekan dengan masa lalunya sekarang bisa melampiaskan apa yang dia dulu inginkan dengan kekuasaan yang dimilki. Tentunya bukan dengan berak dimana-mana sesuka hati, namun dengan permainan yang lain yaitu uang. Koruptor cendurung suka mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, kemudian membelanjakanya sebanyak-banyaknya karena itulah yang membuat dia merasa bahagia.
Id, Ego, Superego Koruptor yang tak terkendali
Selain memperkenalkan tahapan perkembangan kepribadian , Sigmund Freud juga menyimpulkan bahwa sejak bayi dilahirkan dari situlah manusia memiliki organisme sistem saraf yang bekerjasama untuk mencapai tujuanya. Sistem saraf tesebut terdiri dari tiga elemen yang dinamakan Id, Ego, dan Superego. Id adalah suatu kebutuhan dari dalam diri yang ingin dipuaskan. Yaitu sebuah dorongan biologis dibawah alam kesadaran. Karena apapun yang kita butuhkan sebenarnya kita tidak sadari bahwa itu muncul dengan sendirinya tanpa kita komando.
Sebagai contoh seperti rasa haus, lapar, ingin dicintai, ingin mendapatkan ketenangan, dorongan sex , kebutuhan rohani , ingin berkuasa, ingin bersenang-senag terus, tidak ingin sedih dan lain sebagainya. Keinginan ini muncul dan segera mungkin bisa dipuaskan tanpa berdasar logika yang terpenting adalah bagaiamana Id tersebut bisa terpuaskan dan membuat kita senang.
Pada kasus korupsi, yang muncul adalah Id berupa kesenangan untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Hal ini bisa berkaitan dengan prestis. Koruptor ingin di anggap kaya dan bisa dihormati banyak orang . bisa membeli barang-barang apa saja yang dia inginkan. Itu semua adalah nafsu semata, hasrat hewani yang dimiliki manusia muncul. Dengan berbagai cara yang dia inginkan adalah uang.
Kemudian Ego adalah logika yang terus membayangi Id agar keinginan atau kebutuhanya itu disesuaikan dengan realitas yang ada. Ego sebagai penyaring nafsu dengan logika yang ada. Mengatakan bahwa kalau uang-uang itu adalah milik rakyat bukan miliknya, maka Id yang harusnya terpuaskan dengan berbagai macam cara menjadi terhenti sementara karena Ego yang mengingatkan bahwa itu bukanlah milikmu dan aku tidak boleh memakainya.
Yang terakhir adalah Superego yang muncul menjadi ibu peri yang baik. Superego berisi tentang norma, moral dan keyakinan yang dia miliki. Biasanya superego disebut sebagai hati kecil atau hati nurani. Koruptor juga manusia, pasti memiliki hati kecil, bisa terbesit pemikiran bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebuah kejahatan dan norma sosial mengatakan bahwa itu akan merugikan orang lain, norma hukum mengatakan bahwa itu melanggar hukum yang ada, norma moral mengatakan bahwa itu adalah perbuatan yang tidak pantas dilakukan oleh orang yang beragama dan berpendidikan, norma agama mengatakan bahwa itu adalah dosa, dan sebagainya.
Kalau sudah seperti ini, maka terjadilah pertentangan antara tiga elemen tersebut. Kalau ketiga elemen tersebut tidak bisa dikendalikan dia akan mengalami yang dinamakan kegelisahan. Namun kegelisahan ini teryata tidak lama bagi para koruptor. Hingga akhirnya mereka lebih memilih untuk menuruti Id daripada Superego. Dan ternyata dengan Id yang mereka miliki, mereka melakukan pembelaan diri dengan mengatakan bahwa ini bukan hanya aku yang melakukan tetapi ada kawan lain yang melakukan hal yang sama, sehingga Ego hanya sebagai jembatan keinginan dari para koruptor untuk melancarkan aksi korupsinya.
Ketidakpatuhan, adanya gangguan jiwa, kriminal dan aktualisasi diri
Dalam dasar – dasar psikologi kasus korupsi bisa dimasukan dalam konteks ketidakpatuhan. Tentunya ketidakpatuhan disini adalah tidak patuh pada hukum atau norma yang ada. Ketidak patuhan tersebut muncul dari Id yang tidak bisa dikendalikan oleh Superego. Selain Id 2ada tiga penyebab utama mengapa ketidakpatuhan itu dilakukan, yaitu Gangguan jiwa, criminal, dan aktualisasi diri.
Yang dimaksud dengan gangguan jiwa adalah dimaknai dengan gangguan jiwa yang sebenarnya dalam arti jiwanya sakit atau sakit mental. Yang mana ketika dia melakukan sesuatu apapun yang dia lakukan maka kesemuanya itu dibawah alam sadar. Berbeda dengan pelabelan “ gila “ pada sejumlah orang yang di anggap tidak wajar oleh masyarakat di sekitarnya, karena sebenarnya yang mereka sadar dengan apa yang dia lakukan. Namun dalam kasus korupsi ini tentu saja koruptor belum tentu dikatakan gangguan jiwa, karena mereka sadar dengan apa yang dia kerjakan.
Kalau bukan gangguan jiwa kemungkinan yang kedua adalah dia memang melakukan yang dinamakan tindak kriminalitas. Yaitu suatu pembangkangan terhadap norma hukum yang telah diberlakukan.salah satu penyebab dari tindak kriminalitas adalah fator ekonomi. Apabila dia miskin, hidupnya kekurangan maka ini akan mudah menimbulkan tindak kriminalitas, namun berbeda lagi jika tindak criminal itu dilakukan oleh orang yang memiliki kekayaan yang lebih.
Tindak criminal yang dilakukan oleh koruptor bisa berawal dari pengabaian sosial yang dilakukan masyarakat di sekitarnya sewaktu kecil. Sehingga munculah suatu perasaan yang mati, mereka tidak bisa mengembangkan kesadaran untuk berbuat baik (superego). Ini bisa dipengaruhi oleh masa lalu tepatnya pada masa kecil mereka yaitu penganiayaan , ditinggalkan orang yang harusnya merawat mereka, kemiskinan dan lain sebagainya(Dr.C.George Boeree). Bisa juga karena dari awal mereka tidak memiliki rasa belas kasih. Atau kemungkinan lagi mereka mengalami yang dinamakan sosiopat dimana mereka melakukan tindakan yang selalu berfokus pada kepribadiannya sendiri. Tidak memikirkan orang lain dan menghalalkan segala cara untuk memenuhi Id nya
2 Dasar Dasar Psikologi hal 176
Kemudian aktualisasi diri sebagai penyebab ketidakpatuhan. Yaitu rasa ingin menjadi manusia yang berbeda, sehingga dia akan menjadi manusia yang menurut masyarakat melakukan suatu penyimpangan. Akan tetapi aktualisasi diri ini lebih cenderung untuk melakukan tindakan yang positif. Sedangkan kasus korupsi bukanlah suatu hal yang positif.
Korupsi yang telah merajalela tak bisa dibiarkan begitu saja, karena jika dibiarkan justru budaya ini akan terus kuat mengakar. Pemberantasan korupsi memang sudah dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai undang-undang , sangsi, berbagai kebijakan. Namun hal yang terpenting adalah pemberantasan korupsi juga harus berfokus pada perbaikan akhlak, moral dan tata nilai Indonesia ((Kwik Kian Gie). Karena akan dirasa percuma dengan banyak kebijakan dengan segala peraturan yang ada sedangkan masyarakatnya sudah mati rasa dengan banyaknya aturan. Masyarakat yang moralnya tidak terkendali dengan baik justru akan terus melakukan pembangkangan dan cenderung tidak patuh . Hal tersebut sudah terjadi pada masyarakat kita yang sering kali menyepelekan aturan pemerintah.
Dengan penjelasan yang telah terurai Essay ini menyimpulkan bahwa faktor psikologis ( kepribadian ) telah mendorong koruptor menghabiskan uang rakyatnya dengan menggunakan berbagai cara . Kemudian korupsi dilakukan oleh para koruptor akibat dari adanya gangguan kepribadian dari dalam dirinya yang tak bisa mengendalikan Id, Ego dan superego nya dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat,Jalaludin.2007.Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Baron, R.A & Donn Byrne. 2005. Psikologi Sosial,Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sears,O.David,Jonathan L Freedman & L Anne Peplau.1994. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.
Sarwono, Sarlito Setiawan.1984.Teori Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali.
Boeree, C. George. 2006. Dasar Dasar Psikologi Sosial. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Zaviera, Ferdinand. 2007.Teori Kepribadian Sigmund Freud. Yogyakarta : Media Group.
Sarwono, Sarlito Setiawan.1997. Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka
Scott,James;Lubis,Mochtar.1995.Bunga Rampai Korupsi. Jakarta: LP3ES
Kwik Kian Gie. 2006. Pikiran yang Terkorupsi. Jakarta:Buku Kompas
Klitgaard, Robert. 2001. Membasmi Korupsi. Jakarta : yayasan Obor Indonesia.
Read More..
komunikasi 08
Faktor psikologis ( kepribadian ) telah mendorong koruptor menghabiskan uang rakyatnya dengan menggunakan berbagai cara. Hal ini akan dijelaskan dengan beberapa hal, mulai dari definisi korupsi, koruptor beserta hukum yang bersangkutan, beberapa alasan umum yang mendorong koruptor melakukan korupsi, mencari akar permasalahan korupsi melalui psikoanalisis dan disertakan pula bagaimana seharusnya kasus korupsi di atasi.
Suatu perbuatan masuk dalam kategori kriminalitas ada yang melatarbelakanginya,terutama dalam bidang ekonomi. Faktor ekonomi menjadi masalah utama dalam kriminalitas, namun di artikel tersebut juga menjelaskan bahwa tidak semua kriminalitas di tinjau atau didekati dengan rasionalitas. Seperti korupsi misalnya, keadaan ekonomi yang baik , pendidikan yang tinggi dan ada jaminan kesejahteraan hidup tetapi para koruptor masih saja dengan sangat beringas membabat habis uang rakyat. Ada faktor yang lain yang membuat para koruptor melakukan perbuatan jahatnya, yaitu apabila kita melihatnya dari sisi psikologis para pelaku korupsi dengan pendekatan psikoanalisis
Untuk mengetahui perbuatan yang sangat tidak terpuji ini , penulis akan menjelaskan definisi dari korupsi terlebih dahulu. Korupsi adalah suatu penyimpangan kekuasaan. 1” Korupsi adalah penggunaan secara diam-diam kekuasaan yang dialihkan berdasarkan wewenang yang melekat pada kekuasaan itu dengan merugikan tujuan-tujuan kekuasaan asli dengan menguntungkan orang luar” . Jadi pada dasarnya para pelaku korupsi bermain-main dengan kekuasaan yang dia miliki. Berkuasa dengan tanpa mematuhi aturan hukum yang ada. Sedangkan pelaku korupsi dinamakan koruptor. Ada beberapa alasan umum yang melatarbelakangi korupsi, diantaranya adalah
1. Koruptor sebelumnya adalah orang yang punya kekuasaan
1 Bunga Rampai Korupsi hal 4
Karena definisi dari korupsi adalah penyimpangan kekuasaan maka yang bisa melakukan korupsi hanyalah orang-orang yang punya kekuasaan. Mereka akan sewenag-wenang menggunakan kekuasaanya. Merasa kalau mereka adalah pemilik segalanya dan bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan dengan power mereka.
2. Korupsi secara berjamaah tidak jadi masalah
Ada suatu perasaan yang timbul secara tiba-tiba yaitu mendapat suatu rasa aman apabila kejahatan itu dilakukan secara bersama-sama. Misal kasus perampokan , merampok dengan sepuluh kawan dibandingkan dengan sendirian maka mereka akan merasa aman bila pekerjaan tersebut dikerjakan secara bersama. Sama halnya dengan korupsi. Indonesia yang menjadi Negara berbudaya korupsi, maka para pelakupun merasa tidak enggan, karena mereka merasa ada orang lain yang memiliki kebiasaan yang sama.
3. Adanya pihak-pihak yang menuntun atau memberikan contoh
Yang lebih membahayakan adalah jika korupsi itu adalah warisan leluhur, maksudnya ada sesepuh , ada yang memberikan contoh perbuatan korupsi adalah sebuah perbuatan yang diperbolehkan. Sehingga budaya korupsi jadi ilmu yang turun menurun
4. Dilemma , bagai makan buah simalakama ( terdesak )
Dan ini adalah kondisi yang sangat memprihatinkan. Bagai buah simalakama. Dimakan mati, tidak dimakan juga mati. Pada saat terdesak mau tidak mau bagi mereka yang mengalami kegelisahan memilih jujur tapi dikeluarkan atau korupsi untuk tetap bertahan
Adanya tahapan perkembangan kepribadian yang terhambat semasa kecil
Hal hal tersebut adalah beberapa alasan umum yang menjadi faktor pendorong tindak kriminal korupsi, kemudian penulis akan menjelaskan pada sisi yang berbeda melalui pendekatan psikoanalisis. Psikoanalisis adalah salah satu dari empat metode pendekatan psikologi. Psikoanalisis merupakan konsepsi perilaku komunikan yang dicetuskan oleh Sigmund Freud.Dalam bidang penelitian Freud itulah dia menemukan bahwa perilaku manusia ternyata didasarkan pada ketidak sadaran manusia. Psikoanalisis menjelaskan pada kita bahwa kehidupan yang kita jalani tergantung pada masa kanak-kanak terutama bisa dilihat dari bagaimana orang tua mendidik pada anak tersebut.
Kemungkinan yang terjadi pada diri koruptor adalah , pada masa kanak-kanak mereka merasa kesenangannya belum terpuaskan, sehingga begitu ada kesempatan untuk melakukanya di usia dewasa , dia merasa itu adalah kewajaran untuk membayar masa lalu.
Ada lima tahapan perkembangan kepribadian yaitu oral, anal, phallis, latency, dan genital ( Sigmund Freud ). Yang perlu dijelaskan disini adalah pada masa tahap anal ( anal stage ) yaitu terjadi pada umur 2 tahun pada saat itu si bayi memiliki perasaan senang , lega setelah mengeluarkan sesuatu dari lubang kotoranya ( anus ). Pada tahap ini juga si bayi merasa senang memainkan kotoranya, sehingga ada anak yang senang berlama-lama di toilet.
Pada masa inilah permasalahan muncul. Apabila kesenangan dari si anak ini tidak terpenuhi dengan baik. Misalnya dikekang oleh orang tuanya, dimarahi habis-habisan karena orang tua merasa jijik dan sebagainya. Ini bisa menjadikan tekanan mental pada si anak dan mengakibatkan munculnya sifat kekanak-kanakan itu kembali pada masa dewasa. Yang bisa dikaitkan adalah , para koruptor yang dulu merasa tertekan dengan masa lalunya sekarang bisa melampiaskan apa yang dia dulu inginkan dengan kekuasaan yang dimilki. Tentunya bukan dengan berak dimana-mana sesuka hati, namun dengan permainan yang lain yaitu uang. Koruptor cendurung suka mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, kemudian membelanjakanya sebanyak-banyaknya karena itulah yang membuat dia merasa bahagia.
Id, Ego, Superego Koruptor yang tak terkendali
Selain memperkenalkan tahapan perkembangan kepribadian , Sigmund Freud juga menyimpulkan bahwa sejak bayi dilahirkan dari situlah manusia memiliki organisme sistem saraf yang bekerjasama untuk mencapai tujuanya. Sistem saraf tesebut terdiri dari tiga elemen yang dinamakan Id, Ego, dan Superego. Id adalah suatu kebutuhan dari dalam diri yang ingin dipuaskan. Yaitu sebuah dorongan biologis dibawah alam kesadaran. Karena apapun yang kita butuhkan sebenarnya kita tidak sadari bahwa itu muncul dengan sendirinya tanpa kita komando.
Sebagai contoh seperti rasa haus, lapar, ingin dicintai, ingin mendapatkan ketenangan, dorongan sex , kebutuhan rohani , ingin berkuasa, ingin bersenang-senag terus, tidak ingin sedih dan lain sebagainya. Keinginan ini muncul dan segera mungkin bisa dipuaskan tanpa berdasar logika yang terpenting adalah bagaiamana Id tersebut bisa terpuaskan dan membuat kita senang.
Pada kasus korupsi, yang muncul adalah Id berupa kesenangan untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Hal ini bisa berkaitan dengan prestis. Koruptor ingin di anggap kaya dan bisa dihormati banyak orang . bisa membeli barang-barang apa saja yang dia inginkan. Itu semua adalah nafsu semata, hasrat hewani yang dimiliki manusia muncul. Dengan berbagai cara yang dia inginkan adalah uang.
Kemudian Ego adalah logika yang terus membayangi Id agar keinginan atau kebutuhanya itu disesuaikan dengan realitas yang ada. Ego sebagai penyaring nafsu dengan logika yang ada. Mengatakan bahwa kalau uang-uang itu adalah milik rakyat bukan miliknya, maka Id yang harusnya terpuaskan dengan berbagai macam cara menjadi terhenti sementara karena Ego yang mengingatkan bahwa itu bukanlah milikmu dan aku tidak boleh memakainya.
Yang terakhir adalah Superego yang muncul menjadi ibu peri yang baik. Superego berisi tentang norma, moral dan keyakinan yang dia miliki. Biasanya superego disebut sebagai hati kecil atau hati nurani. Koruptor juga manusia, pasti memiliki hati kecil, bisa terbesit pemikiran bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebuah kejahatan dan norma sosial mengatakan bahwa itu akan merugikan orang lain, norma hukum mengatakan bahwa itu melanggar hukum yang ada, norma moral mengatakan bahwa itu adalah perbuatan yang tidak pantas dilakukan oleh orang yang beragama dan berpendidikan, norma agama mengatakan bahwa itu adalah dosa, dan sebagainya.
Kalau sudah seperti ini, maka terjadilah pertentangan antara tiga elemen tersebut. Kalau ketiga elemen tersebut tidak bisa dikendalikan dia akan mengalami yang dinamakan kegelisahan. Namun kegelisahan ini teryata tidak lama bagi para koruptor. Hingga akhirnya mereka lebih memilih untuk menuruti Id daripada Superego. Dan ternyata dengan Id yang mereka miliki, mereka melakukan pembelaan diri dengan mengatakan bahwa ini bukan hanya aku yang melakukan tetapi ada kawan lain yang melakukan hal yang sama, sehingga Ego hanya sebagai jembatan keinginan dari para koruptor untuk melancarkan aksi korupsinya.
Ketidakpatuhan, adanya gangguan jiwa, kriminal dan aktualisasi diri
Dalam dasar – dasar psikologi kasus korupsi bisa dimasukan dalam konteks ketidakpatuhan. Tentunya ketidakpatuhan disini adalah tidak patuh pada hukum atau norma yang ada. Ketidak patuhan tersebut muncul dari Id yang tidak bisa dikendalikan oleh Superego. Selain Id 2ada tiga penyebab utama mengapa ketidakpatuhan itu dilakukan, yaitu Gangguan jiwa, criminal, dan aktualisasi diri.
Yang dimaksud dengan gangguan jiwa adalah dimaknai dengan gangguan jiwa yang sebenarnya dalam arti jiwanya sakit atau sakit mental. Yang mana ketika dia melakukan sesuatu apapun yang dia lakukan maka kesemuanya itu dibawah alam sadar. Berbeda dengan pelabelan “ gila “ pada sejumlah orang yang di anggap tidak wajar oleh masyarakat di sekitarnya, karena sebenarnya yang mereka sadar dengan apa yang dia lakukan. Namun dalam kasus korupsi ini tentu saja koruptor belum tentu dikatakan gangguan jiwa, karena mereka sadar dengan apa yang dia kerjakan.
Kalau bukan gangguan jiwa kemungkinan yang kedua adalah dia memang melakukan yang dinamakan tindak kriminalitas. Yaitu suatu pembangkangan terhadap norma hukum yang telah diberlakukan.salah satu penyebab dari tindak kriminalitas adalah fator ekonomi. Apabila dia miskin, hidupnya kekurangan maka ini akan mudah menimbulkan tindak kriminalitas, namun berbeda lagi jika tindak criminal itu dilakukan oleh orang yang memiliki kekayaan yang lebih.
Tindak criminal yang dilakukan oleh koruptor bisa berawal dari pengabaian sosial yang dilakukan masyarakat di sekitarnya sewaktu kecil. Sehingga munculah suatu perasaan yang mati, mereka tidak bisa mengembangkan kesadaran untuk berbuat baik (superego). Ini bisa dipengaruhi oleh masa lalu tepatnya pada masa kecil mereka yaitu penganiayaan , ditinggalkan orang yang harusnya merawat mereka, kemiskinan dan lain sebagainya(Dr.C.George Boeree). Bisa juga karena dari awal mereka tidak memiliki rasa belas kasih. Atau kemungkinan lagi mereka mengalami yang dinamakan sosiopat dimana mereka melakukan tindakan yang selalu berfokus pada kepribadiannya sendiri. Tidak memikirkan orang lain dan menghalalkan segala cara untuk memenuhi Id nya
2 Dasar Dasar Psikologi hal 176
Kemudian aktualisasi diri sebagai penyebab ketidakpatuhan. Yaitu rasa ingin menjadi manusia yang berbeda, sehingga dia akan menjadi manusia yang menurut masyarakat melakukan suatu penyimpangan. Akan tetapi aktualisasi diri ini lebih cenderung untuk melakukan tindakan yang positif. Sedangkan kasus korupsi bukanlah suatu hal yang positif.
Korupsi yang telah merajalela tak bisa dibiarkan begitu saja, karena jika dibiarkan justru budaya ini akan terus kuat mengakar. Pemberantasan korupsi memang sudah dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai undang-undang , sangsi, berbagai kebijakan. Namun hal yang terpenting adalah pemberantasan korupsi juga harus berfokus pada perbaikan akhlak, moral dan tata nilai Indonesia ((Kwik Kian Gie). Karena akan dirasa percuma dengan banyak kebijakan dengan segala peraturan yang ada sedangkan masyarakatnya sudah mati rasa dengan banyaknya aturan. Masyarakat yang moralnya tidak terkendali dengan baik justru akan terus melakukan pembangkangan dan cenderung tidak patuh . Hal tersebut sudah terjadi pada masyarakat kita yang sering kali menyepelekan aturan pemerintah.
Dengan penjelasan yang telah terurai Essay ini menyimpulkan bahwa faktor psikologis ( kepribadian ) telah mendorong koruptor menghabiskan uang rakyatnya dengan menggunakan berbagai cara . Kemudian korupsi dilakukan oleh para koruptor akibat dari adanya gangguan kepribadian dari dalam dirinya yang tak bisa mengendalikan Id, Ego dan superego nya dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat,Jalaludin.2007.Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Baron, R.A & Donn Byrne. 2005. Psikologi Sosial,Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sears,O.David,Jonathan L Freedman & L Anne Peplau.1994. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.
Sarwono, Sarlito Setiawan.1984.Teori Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali.
Boeree, C. George. 2006. Dasar Dasar Psikologi Sosial. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Zaviera, Ferdinand. 2007.Teori Kepribadian Sigmund Freud. Yogyakarta : Media Group.
Sarwono, Sarlito Setiawan.1997. Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka
Scott,James;Lubis,Mochtar.1995.Bunga Rampai Korupsi. Jakarta: LP3ES
Kwik Kian Gie. 2006. Pikiran yang Terkorupsi. Jakarta:Buku Kompas
Klitgaard, Robert. 2001. Membasmi Korupsi. Jakarta : yayasan Obor Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar